Perusahaan ABK Diminta Ikut Menebus Sandera Jika Tidak Ingin Di Tuntut - Terkait dengan terulangnya penyanderaan Anak Buah Kapal (ABK) Warga
Negara Indonesia (WNI), Hikmahanto Juwana selaku Guru Besar Hukum Internasional
Universitas Indonesia mengatakan bahwa masalah ini harus disikapi secara bijak,
dan tegas oleh pemerintah.
Perusahaan ABK Diminta Ikut Menebus Sandera Jika Tidak Ingin Di Tuntut |
Terulangnya kasus penyanderaan ini membuktikan bahwa
pemerintah dirasa belum mampu menuntaskan masalah yang menyangkut ABK. Oleh
karena ini, Hikmahanto Juwana meminta keikutsertaan pemerintah dalam menangani
kadus ini. Pemerintah dierasa harus ikut andil dalam proses pembebasan Anak
Buah Kapal (ABK) tersebut. Pemerintah disini bukan melulu harus sekelas
Presiden, Menhan, Menlu, Panglima TNI dan Kapolri. Tetapi para bawahan yang
terkait masalah penyanderaan ABK inilah yang harus banyak ambil andil, sebut
saja perusahaan ABK itu sendiri.
"Para bawahan yang mempunyai tugas yang terkait kasus prnyanderaan
tersebutlah yang harus berperan. Selain itu perusahaan ABK yang terkait juga
harus ikut serta dalam proses pembebasan ABK yang disandera. Pihak perusahaan
pun harus cepat mrngklarifikasi terkait sistem dan pengawasan yang ia
terapkan." Ungkap Hikmahanto Juwana.
Meski pemerintah diminta untuk ikut serta dan turun tangan, Hikmahanto
nenambahkan bahwa perusahaan ABK yang terkait tidak boleh lepas dari kasus ini
dan membiarkan penerintah ambil andil sendiri. Karena perusahaan ABK memiliki
keterkaitan yang paling besar, merekalaho yang harus turun tangan paling besar.
Pemerintah hanya sekedar membantu dalam penyelesaian kasus pentanderaan
tersebut.
Sementara itu, Retno Marsudi selaku Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia pun telah mengkonfirmasi kebenaran penyanderaan ABK tersebut.
Informasi terkait didapat pada hari Kamis tanggal 23 Juni 2016 kemarin. Dalam
penyanderaan kali ini telah melibatkan 7 warga negara indonesia yang merupakan
anak buah kapal TB Charles 001 dan kapal Tongkang Robi 152. Dipastikan
penyanderaan kali ini dilakukan oleh kelompok bersenjata dari negara Filiphina.
Dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri Jakarta pada hari Jumat 24
Juni 2016 kemarin Retno Marsudi juga menambahkan bahwa penyanderaan terhadap 7
orang ABK terjadi di Laut Sulu. Penyanderaan ini terjadi 2 kali diwaktu yang
berbeda. Yang pertama pada 20 Juni 2016 pukul 11.30. Yang kedua terjadi pada
pukul 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.
No comments:
Post a Comment